Sebelum zaman Edo, Harajuku merupakan salah satu kota penginapan (宿juku) bagi orang yang bepergian melalui rute Jalan Utama Kamakura. Tokugawa Ieyasu menghadiahkan penguasaan Harajuku kepada ninja dari Provinsi Iga yang membantunya melarikan diri dari Sakai setelah terjadi Insiden Honnōji.
Di zaman Edo, kelompok ninja dari Iga mendirikan markas di Harajuku untuk melindungi kota Edo karena letaknya yang strategis di bagian selatan Jalan Utama Kōshū. Selain ninja, samurai kelas Bakushin juga memilih untuk bertempat tinggal di Harajuku. Petani menanam padi di daerah tepi Sungai Shibuya, dan menggunakan kincir air untuk menggiling padi atau membuat tepung.
Di zaman Meiji, Harajuku dibangun sebagai kawasan penting yang menghubungkan kota Tokyo dengan wilayah sekelilingnya. Pada tahun 1906, Stasiun JR Harajuku dibuka sebagai bagian dari perluasan jalur kereta api Yamanote. Setelah itu, Omotesando (jalan utama ke kuil) dibangun pada tahun 1919 setelah kuil Meiji Jingū didirikan.
Di tahun 70-an, anak2 Harajuku ini mulai menampilkan diri dengan fasion street mereka yg ketika itu mereka mengikuti mode dan gaya hipies di Amerika saat itu. Setelah dibukanya berbagai department store , Harajuku menjadi pusat busana. Kawasan ini menjadi terkenal di seluruh Jepang setelah diliput majalah fasion seperti Anan dan non-no. Pada waktu itu, kelompok gadis-gadis yang disebut Annon-zoku sering dijumpai berjalan-jalan di kawasan Harajuku. Gaya busana mereka meniru busana yang dikenakan model majalah Anan dan non-no. 
Di tahun 80-an mulai bermunculan anak2 muda yg dikenal “gang Takenoko” dan gang kecil yg bernama “takeshida dori” menjadi ramai di kunjungi anak2 muda. Toko2 fasion pun mulai bermunculan. Ditambah di tahun 80an itu setiap hari minggu jalan utama Yoyogi-Harajuku-Omotesando ditutup untuk kendaraan motor, dan dijadikan tempat pejalan kaki, dan mulai lah ramai dengan yg namanya street performance para “gang Takenoko” dan “gang Rock’n Roll”. Sekitar tahun 1980-an, Jalan Takeshita menjadi ramai karena orang ingin melihat Takenoko-zoku yang berdandan aneh dan menari di jalanan. Setelah ditetapkan sebagai kawasan khusus pejalan kaki, Harajuku menjadi tempat berkumpul favorit anak-anak muda. Setelah Harajuku makin ramai, butik yang menjual barang dari merek-merek terkenal mulai bermunculan di Omotesando sekitar tahun 1990-an.
Kalau kita mundur sampai tahun 1920 an, mungkin Harajuku adalah daerah yg jauh dari image sekarang sebagai kota fasion. Stasiun Yamanote Line yg sekarang ada itu mulai ada di tahun 1924. Daerah ini adalah daerah perumahan yang sangat tenang ketika itu. Mungkin bangunan yg besar hanya lah Meiji Temple yg terletak di sebelah stasiun Harajuku ini. Tidak lama setelah itu, mulai dibangun perumahan2 apartemen rakyat di sepanjang jalan Omotesando, sampai arah Omote sando.

Setelah perang dunia, tentara Amerika masuk ke Jepang, dan daerah harajuku ini menjadi tempat perumahan para perwira tentara Amerika. Yoyogi Park yg tidak jauh dari stasiun Harajuku, ketika itu dijadikan tempat fasilitas militer Amerika. Tidak lama setelah itu, mulai berdiri toko2 yang diperuntukkan untuk para keluarga tentara amerika, seperti yg sekarang masih ada, toko mainan Kiddy Land. Di tahun 1964, Olimpic diadakan di Tokyo dan di bangunlah stadium olimpiade Yoyogi, tanah bekas fasilitas militer amerika dibangun perumahan para atlit yg sekarang menjadi Yoyogi Park. Dengan perkembangan seperti ini, Harajuku menjadi kota pertukaran budaya asing. Dari perjalanan sejarah itu terbentuklah suatu masyarakat muda yg disebut sebagai “anak anak Harajuku”.

Sejak itu Harajuku menjadi di kenal, bukan saja di dalam negeri, tapi juga di luar negeri, sebagai kota fasion dan kota anak muda. Kota yg dulu terkenal tempat yg tenang dengan perumahan elit para orang asing pun berubah. Saat ini tanah bekas perumahan apartment rakyat telah berubah menjadi yg namanya Omotesando Hill, salah satu toko fasion yg terkenal. Street Fasion di Harajuku sesuai dengan perubahan zaman terus berubah, 70s 80s 90s dst.


 NIHON CLUB Indonesia